17 Maret, 2013

Bandung #2: Ketidakteraturan Lantas

Cerita kedua dari kota kembang. Kali ini bukan tentang tenpat wisata, kuliner atau tempat menarik lainnya. Sharing saja apa yang saya temui di sekitar tempat kerja dan apa yang terlihat mata. Di sini saya jarang sekali "keluar" untuk sekedar jalan-jalan. Selain karena kerjaan, mungkin sebab lainnya yaitu cuaca, buta jalan, dan atau macet. Mungkin juga karena belum tahu tempat yang menarik untuk dikunjungi. Tepatnya sih belum ada yang mengajak (lagi).

Menjadi kota besar mengakibatkan kota ini menjadi padat, sesak. Termasuk kendaraan. Sedikit kaget ketika pertama kali melewati jalanan Bandung. Pengguna kendaraan di jalan sungguh luar biasa.....nekatnya. Nekat waktu menyalip, menyeberang, cari jalan. Terutama untuk pengendara sepeda motor. Tapi ada benernya juga sih, pas macet kalau ga lincah ya harus ekstra sabar. Katanya ketidakaturan ini bukan hanya di kota Bandung saja, banyak yang lebih parah malah. Tapi yang saya lihat dengan mata kepala sendiri baru di sini.

 
Entah ini cuma kebetulan atau kenyataan. Saya jarang lihat polisi di pos-pos penjagaan yang biasanya ada di perempatan jalan. Kalaupun lihat biasanya di jalan-jalan besar. Apa iya di kota sebesar ini personil polisi lalu lintas kurang? Mungkin sebagian besar di pusat kota, mungkin.

Masih tentang lantas, rambu-rambu, pengendara motor, tentang Bandung. Tentang pengendara yang tak mengindahkan rambu di sekitarnya. Tanda marka seolah tiada, dicuekkan pengendara yang melintas di atasnya. Lampu lantas sekedar tanda tanpa makna yang berarti. Lampu merah menyala berarti tanda pengendara dari arah lain melintas, bukan tanda berhenti. Dan itu dilakukan sebagian besar pengguna jalan. Atau mungkin sebagian kecil, sebagiannya lagi ikut-ikutan yang tidak tertib. Misal kita udah berhenti di belakang tanda marka sewaktu lampu merah menyala tiaba-tiba ada pengendara di belakang kita nyelonong aja lewat dan berhenti di depan kita. Jika tidak kuat imannya maka kita juga akan mengikutinya.


Jika mereka ditanya tentang pejabat, tentang polisi, tentang seorang yang menyalahgunakan kewenangannya atau bahasa halusnya korupsi; sudah barang tentu mereka akan menentang dan setuju bahwa koruptor dihukum seberat-beratnya. Tapi.....mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan sehari-hari tidak jauh beda dengan yang mereka benci. Sama saja tidak mau patuh terhadap peraturan yang ada. Jika dengan peraturan yang sederhana saja mereka tak acuh bagaimana dengan peraturan dalam lingkup kementrian atau kenegaraan? Jika dalam hal sederhana mereka hanya peduli dengan diri sendiri (yang penting cepet), apakah dalam hal yang lebih besar mereka bisa peduli dengan ribuan orang (rakyat)?

Malulah kita yang sering mencaci koruptor tapi merasa biasa saja dengan ketidakaturannya. Malulah kita yang memaki dosa dan kesalahan orang lain sementara kita halalkan ketidataatan. Bagaimana mau membangun bangsa yang besar ini jika dalam hal sederhana saja kita merusaknya, bagaimana mau menjadikan bangsa Indonesia ini lebih baik jika kita tidak (belum) mau menjadi lebih baik?

Tolong siapkan kaca.

1 komentar:

  1. waktu dulu saya studi tour ke bandung saya sudah lihat sendiri bagaimana macetnya. macet, panas, ruwet, kombinasi yang memprihatinkan.

    jogja juga sekarang sudah mulai padat pengendara mas. tapi untungnya semakin banyak polisi yang diterjunkan ke jalan terutama pada pagi dan sore hari (jam berangkat dan pulang kantor)..

    BalasHapus