30 November, 2013

Sarjana tanpa skripsi dan toga

Akhirnya, satu lagi mimpiku dan mimpi ibuku tercapai. Saya sudah resmi menjadi sarjana.  Alhamdulillah, lulus strata satu dalam waktu empat tahun dan mutung cuti cuma satu semester.

Niat awal kuliah pengen dapat pekerjaan yang lebih layak, bisa kerja sambil kuliah. Pengennya gitu. Tapi semakin ke sini jadi mikir lagi, ternyata kuliah tak semudah memasak air. Mencari ipk 2,75 saja sulit, tak seperti yang dipikirkan dulu. Sampai-sampai di tahun ke tiga pernah mutung tidak ikut ujian karena hingga sebulan sebelum ujian belum bisa belajar karena belum mendapatkan modul. Uang registrasi mata kukiah empat ratusan ribu hilang begitu saja. Kesulitan mencari nilai B apalagi A membuatku mikir lagi tentang niat awal. Kemudian memutuskan untuk melanjutkan lagi kuliah hingga lulus. Kalau dihitung-hitung dulu satu semester habisnya kurang dari sejuta, pernah cuma enam ratusan ribu. Murah pakai banget, pikirku. Sayang jika tidak diselesaikan.

Memilih +Universitas Terbuka (UT) karena biar tidak mengganggu jam kerja. Belajar bisa kapan saja, ujian di hari Ahad. Memilih jurusan Manajemen, karena sudah lama pengen wirausaha (tapi sampai sekarang masih menjadi karyawan). Dan kuliah di UT lebih fleksibel untuk karyawan seperti saya. Mulai kuliah saat kerja di Semarang, lalu pindah di Pemalang, terakhir kembali lagi ke Salatiga. Tempat ujian juga bisa menyesuaikan. Biaya yang begitu murah juga menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih UT. Dari semeseter pertama hingga semester ke tujuh biaya per semester cuma 60 ribu rupiah dan per sks cuma 20 ribu rupiah. Baru di semester terakhir kemarin biaya naik menjadi 75 ribu rupiah per semester dan 35 ribu rupiah per sks, jadi cukup mahal untuk saya.

21 November, 2013

#SetahunAkberSala3

Akademi berbagi (akber), saya kenal kegiatan ini dari timeline twitter teman-teman +LOENPIA.net Semarang. Setelah itu tahu ternyata penggagasnya +Ainun Chomsun berasal dari Salatiga. Akademi berbagi sudah menyebar ke berbagai penjuru nusantara, tapi anehnya (waktu itu) belum ada di tempat asal mbak Ai yaitu Salatiga. Pernah disuruh jadi relawan akber Salatiga, tapi mengingat pengalaman dan kenalan yang belum cukup saya belum berani. Setelah ada beberapa orang ingin jadi relawan akber Salatiga saya pun memberanikan diri untuk mendaftar menjadi relawan. Ada empat orang (termasuk saya) yang sudah bersedia menjadi relawan. Kami sudah sempat bertemu untuk membicarakan masalah akber, tapi setelah masing-masing mengirim biodata belum juga ada kabar dari Akademi Berbagi pusat juga dari tiga orang yang akan menjadi relawan. Yang satu jarang banget online, yang dua sering ke luar kota. OKESIP. Cukup sekian curhatnya. hehehe...

Sekitar dua bulan setelah kami kumpul, ada kabar mengejutkan dari akun twitter +akademi berbagi. Ada keluarga baru akber, yaitu kota Salatiga. Setelah baca saya tidak kenal satu pun relawannya. Alhamdulillah, setelah sekian lama ada juga yang bersedia menjadi relawan akber Salatiga. Sudah lama saya memimpikan ada kegiatan semacam akber di salatiga ini. Kegiatan yang sudah seharusnya ada di tiap kota. Kegiatan berbagi pengalaman dengan menyenangkan, tidak menegangkan. Kegiatan menimba ilmu tanpa dibebani biaya dan nilai atau target tertentu. Tidak ada yang bayar di kegiatan ini (relawan, guru, peserta, tempat), semua gratis. Walaupun gratis, guru (yang menyesuaikan materi) di akber adalah seorang yang berkompeten di bidangnya. Jadi kita bisa belajar langsung kepada para praktisi di bidangnya masing-masing.