Kesenjangan berat ini sangat mungkin membekas panas dingin di hati karena silau dengan wahnya dunia. Ingin seperti yang ditonton tapi apa daya tangan tak sampai. Namun yang lebih mengkhawatirkan, tontonan kemewahan itu lebih jauh membekas sikap cinta dunia yang berlebihan. Disamping juga keinginan meraih sesuatu tanpa mau susah-susah berusaha dan bekerja keras.bagaimana tidak? Tontonan yang dilihat kaya begitu saja, tanpa tahu bagamana asal muasalnya. Pikiran orang pun segera melambung tinggi secara instan. Tak mau menjalani suatu proses namun ingin segera meraih hasilnya. Dengan pola pikir demikian orang pun tak segan menempuh jalan pintas yang merugikan dunia dan akhirat demi meraih dunia. Hidup belum kaya tapi
Dunia memang tampak manis, namun ia hanya fatamorgana. Tak akan kekal dan akan hilang. Kini orang begitu bangga dengan banyaknya harta, namun lupa dengan hak harta dan kehidupan akhirat. Tontonan yang tidak mendidik jadi salah satu factor pemicu kecintaan pada dunia nan fana.
Pernah terbetik di pikiran ini, suatu saat tontonan yang disuguhkan di layer kaca di negeri ini menjadi sejuk, mangajak kepada kebaikan, menyebarkan akidah yang lurus dan mendukung syariat Allah (termasuk poligami yang baru saja diprotes itu). Sehingga yang menyaksikan semakin cinta, takut dan berharap kepada Allah. Setiap kali layer kaca dibuka takwa semakin bertambah di dalam dada. Dunia menjadi kecil di hadapan mata. Kapankah itu bisa terwujud? Wallahu a’lam, tentu kita hanya bisa ikhtiar dan berdoa. Tak ada yang lain…..
Selamat malam menjelang subuh...
BalasHapusMaaf ya Torokossik jalan subuh nyari kawan baru skalian nyari dukungan buat kontes Sulumits Retsambew.
Wassalam..