Melanjutkan posting yang lalu, berikut penjelasan lebih jelas tentang body dysmorphic disorder (BDD) yang saya ringkas dari e-psikologi.com.
Ciri-Ciri
Tidak semua orang yang memperhatikan atau mengkhawatirkan penampilan, dapat langsung dikategorikan sebagai BDD. Ada beberapa karakteristik dari penderita BDD:
1.Rendahnya self-esteem dan konsep diri negatif
Penderita BDD, biasanya memiliki self esteem yang rendah dan konsep diri yang negatif. Perasaan takut untuk dilecehkan, diabaikan, disingkirkan dan dijauhi – membuat mereka sering merasa tidak nyaman berada di tengah-tengah komunitas. Mereka pun dikatakan memiliki perasaan tidak berguna, serta memiliki perasaan yang terlalu sensitif. Penderita merasa takut jika orang lain memperhatikan kekurangan dan “cacat” tersebut, sehingga mereka melakukan ritual-ritual untuk menutupi “kekurangan”. Ritual seperti:
a. Menghabiskan waktu lama untuk berkali-kali bercermin, memeriksa penampilan diri, atau bahkan tidak pernah mau berkaca – menghindari cermin
b.Selalu memfokuskan kekurangan diri untuk dibandingkan dengan orang lain
c.Selalu membutuhkan konfirmasi dari orang lain, bahwa kekurangan itu tidaklah seberapa – atau dia tidak lah terlalu buruk
d.Berdandan secara berlebihan, untuk menutupi “kekurangan”, misalnya dengan terus menerus menyisir dan menata rambut, menggunakan make up berulang kali (dihapus dan dipoles kembali), menggunakan topi atau kaca mata gelap untuk menutupi mata, berulang kali bercukur, sampai sengaja menggunakan pakaian / kostum tertentu (yang kurang proporsional) untuk menyebunyikan kekurangannya
e.Sering sekali berkonsultasi dan meminta treatment dari Dermatologist, ahli kosmetik, atau pun berkali-kali operasi plastik (dan tidak pernah merasa puas akan hasilnya)
f.Berlatih amat keras atau pun diet super ketat untuk membentuk tubuh untuk mencapai bentuk ideal yang didambakan
g.Sering sekali dan berulang-ulang menyentuh bagian yang dinilai sebagai kekurangan
h.Selalu mencari referensi bacaan yang membicarakan masalah bagian tubuh yang dirasa kurang
2.Menghabiskan 1 - 3 jam setiap hari untuk mengurusi penampilan
Penderita BDD, umumnya larut dalam pemikiran dan perilaku berkaitan dengan perceived defect paling tidak minimal 1 jam atau lebih setiap harinya. Mereka juga dikatakan kurang memiliki pemahaman atas masalah yang terjadi (ada sesuatu yang tidak benar sedang terjadi pada diri saya; atau, apa yang menjadi masalah saya sesungguhnya).
3. Menghindari situasi sosial dan penurunan fungsi sosial
Penderita BDD, seringkali menghindari situasi sosial karena mereka takut jika orang lain akan memperhatikan dan mengetahui kekurangan mereka.
4.Disertai simtom depresi
Kondisi lain yang menyertai symptom BDD, menurut Gary K. Arthur MD – seorang psikiater, adalah adanya major depression. BDD telah memunculkan kondisi depresi yang cukup berat, dan bukan karena sebaliknya (bukan depresi menyebabkan BDD, tapi BDD menyebabkan depresi).
Siapa kah yang terkena?
Menurut Dr. Katherine Phillips, seorang peneliti yang khusus meneliti masalah Body Dysmorphic Disorder, BDD pada umumnya mulai tampak ketika seorang individu dalam masa remaja atau pun awal masa dewasa (bisa jadi berawal sejak masa kecil, namun selama ini tidak pernah terdeteksi). Normalnya, kecemasan itu bersifat sementara dan akan memudar dengan sendirinya ketika sang remaja mampu membangun rasa percaya diri yang positif dan realistik-kongkrit melalui aktivitas dan pengalaman sehari-hari. Namun, ada juga yang semakin tenggelam dalam kepanikan dan kecemasan, karena mereka sangat mengidealkan penampilan, kecantikan, kelangsingan atau bahkan kalau remaja pria – kelihatan kekar.
Dan Bagaimana Penanganannya?
Beberapa ahli kedokteran, telah mengembangkan cara penanganan dengan menggunakan obat-obatan yang tergolong antidepresan, yaitu SSRI (Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors) untuk menangani depresi dan obsessive-compulsive disorder yang biasanya terdapat di dalam penderita BDD. Namun yang perlu diperhatikan, adalah bahwa dalam setiap penggunaan obat, akan ada efek samping yang harus diketahui terlebih dahulu, apalagi jika obat-obatan tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
Para ahli mengatakan bahwa cognitive-behavioral therapy dan cognitive-rational therapy, sangat tepat untuk membantu penderita memahami akar permasalahan yang sesunggunya, peran konsep diri terhadap BDD yang dialami, seberapa besar dampak yang dialami dan merugikan kehidupan Klien – agar diharapkan Klien mau dan berusaha keras untuk membangun konsep diri dan pola pikir yang lebih positif dan obyektif dalam menilai diri.
Selain itu, penderita juga dibimbing atau dilatih untuk membangun alternatif strategi dan jalan keluar dalam mengatasi pikiran-pikiran obsessive yang mengganggu konsentrasi dan meningkatkan pengendalian diri terhadap tindakan kompulsif-nya (misalnya, untuk terus menerus bercermin). Yang tidak kalah pentingnya, adalah adanya dukungan keluarga terhadap penderita BDD. Memang proses ini bukanlah proses yang mudah, namun membutuhkan pengertian dan kesabaran yang dalam. Bagaimana pun, masalah BDD ini adalah masalah yang sangat serius dan tidak bisa berlalu begitu saja jika tidak ditangani secara professional.
05 September, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kasih coment d blog q yg http://halla-neroco.blogspot.com !
BalasHapus"Penderita BDD, umumnya larut dalam pemikiran dan perilaku berkaitan dengan perceived defect paling tidak minimal 1 jam atau lebih setiap harinya."
BalasHapushoror juga yah, cape...
Assalamu'alaykum....
BalasHapusHehehe, tetep istiqomah...
Met menjalankan puasa ya...
Moga berkah...
Tks infonya
Wassalamu'alaykum
wah wah... kata kompulsif na keluar ;))
BalasHapusAku pnderita BDD LOH!
BalasHapus1 jam aja berkaca,yang kurasa cm 5 menit..
coz 40% aq didepan kaca..!
aq tegang,namun aq sangat ingin bercermin,,
Artikelnya keren! Thanks.
BalasHapus