23 November, 2011

Kejujuran dalam contekan

2 hari, tepatnya tanggal 13 dan 20 November 2011 kemarin saya sebagai mahasiswa teladan harus mengikuti UAS yang diselenggarakan oleh pihak universitas dengan persiapan seadanya. Tidak lupa alat tulis menulis: pensil, penghapus, isi cutter (ya,cuma isinya karena cutternya entah kemana), landasan untuk nulis dan tentunya kartu tes. Dengan intensitas belajar yang sangat kurang, persiapan mental juga wajib disiapkan.


Dari dulu guru kita sering mengingatkan masalah yang satu ini, yaitu menyontek. Bukan cuma mengingatkan bahkan ada guru yang mengancam memberi nilai E atau 5 bahkan tidak memberi nilai bagi yang ketahuan menyontek. Syerem! Tapi namanya juga usaha, sebagian murid/mahasiswa tetap saja nekat mencuri-curi waktu dan kesempatan untuk menyontek. Ada beberapa photo yang berhasil saya ambil waktu ujian di Pekalongan 2009 yang lalu, silakan lihat di gallery multiply saya. Ya, mereka menyebut itu sebagai usaha. Tapi apakah usaha yang mereka maksud itu sudah benar? Yang aku tahu dengan menyontek kita telah membohongi diri sendiri dan orang lain. Tidak/kurang percaya pada kemampuan diri sendiri dan terlalu sibuk dengan penilaian orang lain. Sibuk dengan penilaian orang lain tentang nilai yang menentukan prestasi. Harusnya kita sibuk dengan sesuatu yang lebih penting yaitu ilmu. Lulus dengan nilai tinggi hanya menjamin penilaian orang lain terhadap kemampuan atau kepintaran kita, tapi tidak akan menjamin kita akan sukses.



Sebagai manusia pengawas ujian tentunya juga pernah mengalami masa-masa muda ujian. Jika pengawas cuek dengan peserta ujian, mungkin mereka juga menginginkan hal yang sama ketika mereka ujian. Seperti pengawas yang mengawasi saya ujian kemarin. Hari pertama, pengawas tak peduli peserta mau nyontek, buka buku, tanya teman sebelah yang penting tenang. Hari kedua dengan pengawas yang berbeda, lebih tegas. Tas suruh taruh depan (tapi kalo ada yang bawa buku ke meja ujian tidak dilarang), tidak boleh rame, tidak boleh bermain handphone (sudah ada 2 yang disita hp-nya). Tapi ternyata sama saja, pada awalnya bilang ga usah tanya-tanya temennya kalau mau tanya temennya yang kira-kira sulit saja (jangan semua) karena belum tentu jawaban temen kita itu bener. Jam-jam terakhir lebih parah, pengawas bilang kalau peserta ujian boleh tanya temennya yang nyontek. Mungkin demi nilai bagus, pengawas itu juga akan membiarkan anaknya menyontek. Atau bahkan mengajari mereka bagaimana menyontek yang baik dan tidak ketahuan pengawas. Hahaha..

Sedikit cerita waktu SMP ada seorang guru yang mengajari bagaimana cara membuat contekan yang baik, benar dan halal. Pertama siapkan kertas kecil memanjang yang kira-kira nyaman dipegang untuk nantinya sebagai media contekan. Setidaknya sebulan sebelum ujian, contekan sudah kita persiapkan hingga 1 minggu sebelum ujian contekan sudah siap. Kemudian contekan berupa rangkuman pelajaran itu kita baca tiap hari (minimal sekali sehari). Dengan demikian waktu ujian tiba kita tidak perlu lagi contekan itu. Menginjak SMA saya mulai kenal dengan mindmap dan membuat contekan dengan mindmap (tapi tidak pernah saya buka ketika ujian).

Kejujuran itu seperti orang utan, sudah langka masih aja ada yang berusaha membunuhnya.

15 komentar:

  1. soalnya masyarakat indonesia termasuk saya dari kecil udah di didik untuk berorientasi hasil mar, jadi yg di kejar ya nilainya
    ga perduli mau sering bolos, atau mau nggak ngerti pelajarannya sama sekali
    tp kalau pas ujian nilai kita bagus lgsung di anggap menguasai pelajaran tsb dan di cap pinter
    karena itu banyak yg mencontek
    yuk mari mulai dari diri kita sendiri
    mengubah paradigma sukses menjadi orientasi proses
    kl udah paham pelajarannya pas proses belajar mengajar pasti ga butuh nyontek lg

    BalasHapus
  2. menyontek itu jurus terakhir :p

    BalasHapus
  3. jujur itu indah :) tp lebih indah kalo berbagi, maksudnya berbagi contekan xD wakakakakaka

    BalasHapus
  4. hehehehe,,, dan itu juga menjadi perjuangan sbg pengawas...untuk menjadi jujur

    BalasHapus
  5. @tisafitrira: yak, mari mulai dari diri kita sendiri dan menularkannya ke sekitar kita.
    @godean-kita: bagaimana jika sering (atau bahkan selalu) merasa terakhir? :p
    @agam: berbagi beda dengan memberi.
    @sakura21: yup.. bukan hanya peserta ujian, pengawas juga harus jujur.

    BalasHapus
  6. :) selama jadi penuntun ilmu.... nanya temen pernah..nyontek..pernah ga ya.. :D
    selama jadi pengawas...mahasiswa tak biarin saja. tas tetep di taruh depan, ga boleh bawa buku + HP. tapi setiap saya tahu ada yg nanya temen... tak biarin. apalagi pelajarannya matematis, ngitung-ngitung...biarin nanya temen, toh mereka pasti cuman dpt caranya,,,tetep aja ngitung sendiri :D

    klo masalah bikin catatan kecil,ini ku lakukan selama bertahun-tahun :)
    ya bgitulah cara ku belajar, baca...coretin yg penting, catat di kertas kecil memanjang, trus dibaca lagi. pas ujian...udah ga sempet lagi buka catatan kecil itu.
    tp kejadian pas ujian akhir Sekolah masa SMK, catatan kecilku selalu diminta temen" di fotocopy dan jd bhan contekan mereka,dan keluar dr ruangan..banyak yg bilang terima kasih dngku..duh g tahu sedih apa senang :(

    BalasHapus
  7. @iyem: tanya temen biasanya kan langsung tanya jawabnya, bukan caranya :p
    (kalo pilihan ganda)

    BalasHapus
  8. sampai sekarang mindmap masih menjadi andalan saya sob.. ini sangat efektif efisien dalam belajar..

    BalasHapus
  9. kalau menurutku pribadi tergantung masyarakat dan budayanya juga ya, di sini aku masih sering menemukan kejujuran

    btw, kok ada ya guru yg mengajarkan gimana caranya nyontek ?

    BalasHapus
  10. Yang namanya nyontek itu manusiawi, entah ketahuan atau tidak itu soal keberuntungan.

    Jadi inget jaman SD dulu, waktu ujian nasional, dikasih jawaban sama guru2 sekolah. Alhamdulillah, LULUS! :)

    BalasHapus
  11. dalam paradigma masyarakat kita sudah tertanam dalam bahwa prestasi akademik menunjukkan tingkat kepintaran seorang siswa. padahal, sistem peringkat, juara kelas, dsb bukanlah tujuan utama dari pendidikan itu sendiri. tujuan utama pendidikan adalah pembangunan manusia seutuhnya agar seseorang dapat mengembangkan dirinya secara maksimal, bukan sekedar dia berprestasi. akibat paradigma ini, siswa2 yang kebanyakan berusia muda dan labil cenderung memakai jalan pintas untuk mecapai prestasi yg diinginkan, karena bagi mereka prestasi akademik adalah jalan untuk lebih dihargai...

    BalasHapus
  12. good information ... I have read and will be added to my personal knowledge... thanks

    BalasHapus
  13. @Mutiara Hati Islam: sekarang saya sendiri kadang masih pake mindmap, cuma tidak nulis/gambar di kertas seperti dulu. Sekarang pake aplikasi di komputer.
    @Ely Meyer: alhamdulillah.. bener, tergantung masyarakat dan budaya masing-masing. Yang saya jelaskan di atas bukan caranya mencontek,tp cara buat contekan. Kalau ada guru yang mengajarkan contekan mungkin dia pengen muridnya dapat nilai bagus (dengan cara yg tidak benar).
    @Hdhe16: kalo nyontek itu bukan manusiawi, tapi masalah kebiasaan dan lingkungan.
    @patrick: untuk itu paradigma keliru tersebut harus kita ubah mulai dari diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.

    BalasHapus
  14. hemmm mungkin sudah menjadi budaya bangasa kita kalli yah soal urusan contek mencontek...

    BalasHapus
    Balasan
    1. budaya yang tidak pantas untuk dilestarikan.

      Hapus