Merokok bukan tentang kebiasaan. Ini adalah benda adiksi yang "dibiasakan" oleh Iklan industri rokok dengan menyembunyikan bahaya sebenarnya. Apakah Rokok yang berwajah "beasiswa" terlihat mengandung candu yang menyebabkan ketagihan? Apakah Rokok yang berwajah "pertandingan olahraga" terlihat sebagai barang yang mengandung 60 zat penyebab kanker/karsinogen? Ketika rokok berwajah "beasiswa" tidak akan terlihat bahwa nikotin di dalamnya sungguhnya menjerat generasi muda. Ketika rokok berwajah "olahraga" tak akan terlihat bahwa asap dan racunnya sesungguhnya dapat menyebabkan hilangnya nyawa.
Masih yakin sponsor rokok baik hati? Bukankah itu ajang mereka 'numpang' ngiklan di acara2 yg sesunggnuhnya positif? Karena (pengusaha) rokok akan mengeluarkan berapapun uang agar produknya "terlihat baik" dan setelah orang-orang terjebak kecanduan, mereka tak peduli.
Paragraf di atas adalah twit dari @kitakorban, yaitu Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia, sebuah aliansi beranggotakan survival, pasien, dan keluarga yang peduli pengendalian masalah merokok di Indonesia. Sebenernya mau diposting di hari tanpa tembakau sedunia kemarin, tapi karena kesibukan baru sempat dipublish hari ini. Beberapa kata yang mungkin bisa mengingatkan kita sebelum dokter yang mengingatkannya.
Dengan nama apapun, rokok adalah rokok. Racun tetaplah racun. Jika ada yang bilang "Sudah bertahun-tahun merokok nyatanya tidak mati", mungkin dia berlum pernah periksa ke dokter untuk memeriksakan paru-parunya. Ada lagi yang bilang "Kamu kira perokok suka asap rokok? Nggak! Makanya asap rokok tidak ditelan tapi dikeluarkan lagi". Sebuah kejujuran bahwa perokok ternyata juga tidak suka asap rokok, tapi tetap saja dihisap. Nggak suka kok masih dihisap tiap hari?
Saya nggak benci perokok, saya hanya benci rokoknya. Sebenarnya sederhana. Harapan saya sebagai perokok pasif adalah kesadaran dari perokok aktif agar tidak memaksa kami sebagai perokok pasif untuk ikut menghisap asap rokok yang dinikmatinya. Saling menghargai hak masing-masing. Itu saja. Kalau kalian sadar mau berhenti merokok ya alhamdulillah, kalau tidak itu ya hak kalian.
Sebelum peraturan pemerintah tentang tembakau diberlakukan maksimal tahun depan, produsen rokok tentunya ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menarget konsumen baru yaitu anak-anak dan remaja. Karena jika sudah terbiasa (jika tidak ingin dibilang kecanduan) merokok, maka akan sangat sulit untuk berhenti. Semakin awal seorang mulai merokok, maka kemungkinan jadi pelanggan akan semakin lama. Iklan rokok saat ini sudah dianggap biasa, dibungkus dengan rapi sehingga tidak lagi memperlihatkan wajah rokok yang sebenarnya. Tidak lagi memandang waktu, tidak memandang tempat. Yang penting target didapat.
Setiap hari disuguhi iklan tentunya akan membuat target terbiasa dan menganggap merokok adalah hal yang biasa. Lingkungan juga sangat mempengaruhi, melihat perokok di mana-mana dengan bebasnya. Sayangnya calon perokok tidak melihat yang di rumah sakit, para korban rokok. Ada berapa pasien yang baru masuk, berapa yang rawat inap dan berapa yang dimasukkan ke kamar mayat karena rokok. Jika dari awal sudah terbiasa dengan pengetahuan tentang bahaya racun yang ada di dalam rokok, insyaAllah akan bisa mengurangi pecandu baru.
Di mana-mana mengawali itu tidak mudah, tapi memperbaiki akan jauh lebih susah.
"Pembiaran yang dilakukan pemerintah terhadap generasi muda yang merokok sudah seperti depopulation program". -Panjaitan-
Masih yakin sponsor rokok baik hati? Bukankah itu ajang mereka 'numpang' ngiklan di acara2 yg sesunggnuhnya positif? Karena (pengusaha) rokok akan mengeluarkan berapapun uang agar produknya "terlihat baik" dan setelah orang-orang terjebak kecanduan, mereka tak peduli.
Paragraf di atas adalah twit dari @kitakorban, yaitu Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia, sebuah aliansi beranggotakan survival, pasien, dan keluarga yang peduli pengendalian masalah merokok di Indonesia. Sebenernya mau diposting di hari tanpa tembakau sedunia kemarin, tapi karena kesibukan baru sempat dipublish hari ini. Beberapa kata yang mungkin bisa mengingatkan kita sebelum dokter yang mengingatkannya.
Dengan nama apapun, rokok adalah rokok. Racun tetaplah racun. Jika ada yang bilang "Sudah bertahun-tahun merokok nyatanya tidak mati", mungkin dia berlum pernah periksa ke dokter untuk memeriksakan paru-parunya. Ada lagi yang bilang "Kamu kira perokok suka asap rokok? Nggak! Makanya asap rokok tidak ditelan tapi dikeluarkan lagi". Sebuah kejujuran bahwa perokok ternyata juga tidak suka asap rokok, tapi tetap saja dihisap. Nggak suka kok masih dihisap tiap hari?
Saya nggak benci perokok, saya hanya benci rokoknya. Sebenarnya sederhana. Harapan saya sebagai perokok pasif adalah kesadaran dari perokok aktif agar tidak memaksa kami sebagai perokok pasif untuk ikut menghisap asap rokok yang dinikmatinya. Saling menghargai hak masing-masing. Itu saja. Kalau kalian sadar mau berhenti merokok ya alhamdulillah, kalau tidak itu ya hak kalian.
Sebelum peraturan pemerintah tentang tembakau diberlakukan maksimal tahun depan, produsen rokok tentunya ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menarget konsumen baru yaitu anak-anak dan remaja. Karena jika sudah terbiasa (jika tidak ingin dibilang kecanduan) merokok, maka akan sangat sulit untuk berhenti. Semakin awal seorang mulai merokok, maka kemungkinan jadi pelanggan akan semakin lama. Iklan rokok saat ini sudah dianggap biasa, dibungkus dengan rapi sehingga tidak lagi memperlihatkan wajah rokok yang sebenarnya. Tidak lagi memandang waktu, tidak memandang tempat. Yang penting target didapat.
Setiap hari disuguhi iklan tentunya akan membuat target terbiasa dan menganggap merokok adalah hal yang biasa. Lingkungan juga sangat mempengaruhi, melihat perokok di mana-mana dengan bebasnya. Sayangnya calon perokok tidak melihat yang di rumah sakit, para korban rokok. Ada berapa pasien yang baru masuk, berapa yang rawat inap dan berapa yang dimasukkan ke kamar mayat karena rokok. Jika dari awal sudah terbiasa dengan pengetahuan tentang bahaya racun yang ada di dalam rokok, insyaAllah akan bisa mengurangi pecandu baru.
Di mana-mana mengawali itu tidak mudah, tapi memperbaiki akan jauh lebih susah.
alhamdulillah saia tidak merokok
BalasHapussaya sangat alergi sama rokok apalagi asapnya ..
BalasHapuskalimat terakhir kae apik ^_^
BalasHapus