11 Januari, 2013

Terima kasih


Terima kasih Malaysia telah mengajari kami menghargai budaya bangsa kami sendiri (batik, reog ponorogo, rasa sayange) apabila tanpa pengakuan kalian Negara kami tidak akan pernah menghargai budaya sendiri karena pemudanya disibukkan dengan kebanggan budaya luar.

Terima kasih Malaysia telah menyediakan ribuan lapangan pekerjaan (TKI) disaat kami tidak bisa menyediakan lapangan kerja yang layak bagi saudara-saudara kami (perlakukan mereka dengan lebih layak ya). Terima kasih Malaysia karena telah memberi kami pelajaran arti sebuah sejengkal tanah Negara kesatuan (daerah perbatasan, sipadan ligitan). Mungkin tanpa kalian pemerintah kami tidak akan pernah memperhatikan nasib-nasib daerah perbatasan dan saudara kami di perbatasan.

Terima Kasih Malaysia telah memberikan kami pelajaran arti sebuah kegagalan, arti tidak meremehkan lawan, menerima kekalahan dengan sportif, mengakui kemenangan lawan dengan jantan, arti sebenarnya sebuah pertandingan (Piala AFF & SEA GAMES), semoga pengurus sepakbola di negara kami sadar, menghentikan pertikaiannya. Kita terlalu bangga dengan anggapan bahwa Malaysia dulunya belajar dari Indonesia. Tapi jaman sudah berubah. Pak Guru yang Cuma tamatan SPG/Sekolah Pendidikan Guru (Indonesia) memiliki murid (Malaysia) 30 puluh tahun yang lalu, sekarang Pak guru masih menjadi Seorang Guru yang mulia tetap dengan pendidikan SPGnya dan sang murid telah meraih gelar Doctornya. Kita seharusnya banyak belajar dari Malaysia.

Jika saja semua orang dapat berpikir positif seperti di atas, tentunya tidak akan ada cacian melecehkan. Tidak ada lirikan benci merendahkan. Hidup indah berdampingan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Jika memang ingin menasehati, berilah nasehat dengan adab. Bukan mencaci dengan penuh emosi. Jika tak ingin kalah maka berjuanglah, bukan menyalahkan mencari-cari kesalahan. Besar hati bukan tinggi hati. Luaskan area kesabaran, perlama waktu kebahagiaan.

Berterima kasih kepada kawan itu biasa, berterima kasih pada lawan itu baru luar biasa. Pembelajaran tiada henti di tiap jeda hidup ini. Terima kasih atas celaan yang menyelamatkan, bukan semata pujian yang menjerumuskan. Berterima kasihlah kepada musuh namun jangan menjadi rapuh.


Orang yang mencela kita itu ibarat cermin ajaib. Ia yang memberitahu kelemahan kita. Ia yang menunjukkan kebodohan kita. Ia yang menyadarkan bahwa kita masih punya sisi buruk dan perlu berbenah. Sungguh sangat layak kita berucap terima kasih kepada yang telah mencela kita.

Terkadang kita juga tidak punya waktu merenungi diri sendiri. Orang yang mencela, menyediakan waktu untuk memperbaiki kita. Ia bersusah payah mencari kata agar ucapannya didengar dan diperhatikan oleh kita. Agar suara itu terdengar oleh kita terkadang ia meminta bantuan orang lain untuk sama-sama menghujat kita. Maka berterima kasihlah kepada orang yang telah rela menyediakan waktu untuk kita.

Bagaimana kalau ia mencela diri kita tanpa kita ketahui? Bersyukurlah karena itu akan mengurangi dosa kita. Bila dosa-dosa yang ada pada kita sudah habis karena ia cela dan ia tetap mencela maka kebaikan yang ia lakukan akan diberikan kepada kita. Ucapan terima kasih sangat layak diberikan kepada orang yang rela dan bersedia mengurangi dosa kita.

Berterima kasihlah kepada sang pencela namun jangan pernah kita menjadi pencela. Belajar untuk berterimakasih kepada siapapun yang menjadikan kita lebih baik. Belajar menjadikan lawan sebagai salah satu cermin kesalahan.




sumber: elmeny dan jamilazzaini dengan tambahan seperlunya.

1 komentar: